Dianggap Efektif Turunkan Angka Kejadian DBD, Begini Pola Penyebaran Nyamuk Wolbachia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nyamuk berwolbachia dianggap efektif menurunkan angka kejadian demam berdarah dengue (DBD) dan kasus rawat inap di rumah sakit akibat penyakit tersebut.
Wolbachia sendiri merupakan bakteri yang hanya dapat hidup di dalam tubuh serangga, termasuk nyamuk. Sifat alami bakteri ini tidak dapat bertahan hidup di luar sel tubuh serangga dan tidak bisa mereplikasi diri tanpa bantuan serangga inangnya.
Sejak beberapa tahun terakhir para peneliti dari Universitas Gadjah Mada melakukan implementasi nyamuk berwolbachia di Yogyakarta.
Pengajar dan peneliti Universitas Gadjah Mada Prof dr Adi Utarini, M.Sc, MPH, Ph.D menjelaskan, pada prinsipnya metode ini memanfaatkan bakteri alami wolbachia yang dimasukkan ke dalam nyamuk aedes aegypti penyebab demam berdarah.
Prof Uut pun menjelaskan pola metode penyebaran nyamuk berwolbachia yang dilakukan di Yogyakarta. Pihaknya meletakkan telur nyamuk aedes aegypti di dalam ember kecil kemudian diberi air dan pakan.
“Ember ini sudah diberi lubang sehingga setelah satu dua minggu telur itu berkembang jadi nyamuk dewasa. Setiap dua minggu sekali ember ini kita ganti telur, pakan, dan airnya,” terang Prof Uut dalam webinar baru-baru ini.
Prof Uut menambahkan, nyamuk berwolbachia yang sudah dewasa nantinya akan kawin dengan nyamuk pembawa virus aedes aegypti. Anak dari hasil perkawinan nyamuk ini akan mengandung bakteri wolbachia.
Lebih lanjut Prof Uut mengatakan, untuk penempatan embernya sendiri, tidak di setiap rumah, melainkan tiap radius 75 meter. Dalam berjalannya waktu 6 bulan setelah nyamuk wolbachia berwolbachia, peletakan ember ini akan dihentikan.
“Jadi hampir seluruh nyamuk di populasi alami akan memiliki wolbachia. Itu yang dilakukan di Jogja dan kota lain yang menjadi pilot implementasi nyamuk wolbachia,” pungkasnya.
Wolbachia sendiri merupakan bakteri yang hanya dapat hidup di dalam tubuh serangga, termasuk nyamuk. Sifat alami bakteri ini tidak dapat bertahan hidup di luar sel tubuh serangga dan tidak bisa mereplikasi diri tanpa bantuan serangga inangnya.
Sejak beberapa tahun terakhir para peneliti dari Universitas Gadjah Mada melakukan implementasi nyamuk berwolbachia di Yogyakarta.
Pengajar dan peneliti Universitas Gadjah Mada Prof dr Adi Utarini, M.Sc, MPH, Ph.D menjelaskan, pada prinsipnya metode ini memanfaatkan bakteri alami wolbachia yang dimasukkan ke dalam nyamuk aedes aegypti penyebab demam berdarah.
Prof Uut pun menjelaskan pola metode penyebaran nyamuk berwolbachia yang dilakukan di Yogyakarta. Pihaknya meletakkan telur nyamuk aedes aegypti di dalam ember kecil kemudian diberi air dan pakan.
“Ember ini sudah diberi lubang sehingga setelah satu dua minggu telur itu berkembang jadi nyamuk dewasa. Setiap dua minggu sekali ember ini kita ganti telur, pakan, dan airnya,” terang Prof Uut dalam webinar baru-baru ini.
Prof Uut menambahkan, nyamuk berwolbachia yang sudah dewasa nantinya akan kawin dengan nyamuk pembawa virus aedes aegypti. Anak dari hasil perkawinan nyamuk ini akan mengandung bakteri wolbachia.
Lebih lanjut Prof Uut mengatakan, untuk penempatan embernya sendiri, tidak di setiap rumah, melainkan tiap radius 75 meter. Dalam berjalannya waktu 6 bulan setelah nyamuk wolbachia berwolbachia, peletakan ember ini akan dihentikan.
“Jadi hampir seluruh nyamuk di populasi alami akan memiliki wolbachia. Itu yang dilakukan di Jogja dan kota lain yang menjadi pilot implementasi nyamuk wolbachia,” pungkasnya.
(tsa)